Thursday, 29 May 2025
By Kin Basari
Belajar atau mempelajari suatu hal itu kayak naik kereta. Tujuannya memang penting, tapi kalau cuma fokus ke kapan sampainya kamu bakalan kehilangan banyak hal indah di sepanjang perjalanannya. Nikmati prosesnya, siapa tahu justru di tengah perjalanan kamu bisa nemuin hal yang lebih berarti.
Kalau kamu pernah denger kalimat "Belajar itu penting!" atau "Belajarlah setiap hari!" berarti sama, aku juga pernah. Kalimat ini sering banget terdengar, terutama di lingkungan sekolah, seminar motivasi, atau postingan edukatif di media sosial. Kalimat-kalimat itu jadi semacam slogan universal tentang pentingnya pendidikan dan pengembangan diri. Dan emang bener sih, belajar itu penting. Tapi ada satu hal yang sering kelewat tanpa disadari yaitu "easy to learn hard to master".
Sekarang coba deh kamu inget waktu pertama kali kamu belajar main gitar. Mungkin cuma butuh beberapa jam buat ngerti chord dasar. Dalam seminggu, udah bisa metik gitar nyanyi lagu sederhana. Seru yak, tapi setelah itu kamu mulai sadar, kok makin ke sini makin susah, Tiba-tiba muncul teknik-teknik aneh, teori musik yang bikin puyeng, dan kamu mulai ngerti, "Oke... jadi gitaris beneran itu nggak semudah main kunci gampang di YouTube".
Nah, inilah titik di mana banyak orang berhenti. Mereka pikir, "Oh, aku nggak berbakat". Padahal bukan soal bakat, tapi soal ketekunan dan proses panjang buat sampai level master.
Belajar itu kayak nyalain korek api, cepat, instan, dan langsung ada hasilnya. Beda kalo misalnya kamu pangin jadi master, itu sama ajah kayak kamu mau bikin api unggun. Harus sabar dulu buat nyusun kayu, terus nyari bara, tiupin pelan-pelan, jaga apinya biar nggak mati.
Prosesnya memang lebih lama dan kadang bikin frustrasi juga. Tapi begitu nanti udah nyala dengan sempurna. Wah,,, hangatnya luar biasa dan nggak cuma itu bisa juga dinikmati sama banyak orang.
Menjadi master dalam suatu bidang bukan sekadar tentang seberapa cepat kamu bisa belajar, tapi seberapa lama kamu bisa bertahan. Banyak orang merasa semangat di awal, lalu menghilang saat mulai menemui tantangan. Padahal justru di situlah perbedaan antara orang yang hanya tahu dan orang yang benar-benar menguasai.
Tantangan jadi master bukan cuma soal teknis kayak teori yang rumit atau teknik yang susah tapi juga soal mental. Kamu harus siap nerima kenyataan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dipelajari dalam semalam. Bahkan kadang kamu harus mengulang-ulang hal yang sama puluhan kali sebelum akhirnya paham betul.
Selain itu, proses menuju master sering kali terasa sepi. Tidak ada pujian, tidak ada pengakuan, hanya kamu dan proses yang terlihat membosankan. Tapi justru dalam kesepian itulah kamu ditempa. Karena waktu kamu tetap jalan meski nggak ada yang lihat, di situlah kamu tumbuh.
Semangat itu penting, tapi sayangnya semangat sifatnya sementara. Hari ini kamu bisa merasa super termotivasi, besoknya bisa langsung malas total. Nah, konsistensi adalah hal yang membuat kamu tetap jalan, bahkan saat semangat sedang hilang. Konsistensi artinya kamu tetap latihan, tetap belajar, tetap berusaha meski rasanya nggak ada perkembangan signifikan.
Banyak orang gagal jadi master karena nunggu semangat datang dulu. Padahal, para ahli besar di luar sana justru bekerja dalam diam, dengan jadwal yang teratur dan disiplin yang kuat. Mereka nggak nunggu mood bagus buat belajar, mereka sudah menjadikan belajar itu bagian dari rutinitas hidup. Dan dari situlah keunggulan mereka terbentuk.
Saat kamu merasa sudah bisa dan nyaman, di situlah kamu rawan mandek. Zona nyaman itu enak, tapi nggak bikin kamu tumbuh. Kalau kamu pengen jadi master, kamu harus rela keluar dari rasa aman itu coba hal yang lebih susah untuk bisa naik level, dan hadapi risiko gagal.
Misalnya kamu udah lancar main lagu-lagu pop sederhana di piano, terus kamu pikir udah cukup. Padahal, untuk jadi master, kamu harus belajar teknik klasik, improvisasi, bahkan komposisi. Semua itu nggak nyaman, karena butuh kerja keras lebih. Tapi kalau nggak berani keluar dari zona itu, ya kamu akan stuck di level yang sama terus.
Gagal adalah bagian dari proses belajar. Kamu mungkin udah tau ini, tapi tetap aja, rasanya nyesek tiap kali hasilnya nggak sesuai harapan. Apalagi kalau udah usaha keras, begadang, latihan berkali-kali, tapi tetap nggak lulus atau nggak berhasil. Di titik ini, banyak yang mulai nanya, “Apa aku salah jalan?”
Dan yang lebih berat lagi adalah rasa capeknya. Bukan cuma fisik, tapi mental juga terkuras. Rasa jenuh, frustrasi, bahkan pengen nyerah bisa datang kapan aja. Jadi master memang keren, tapi jalannya nggak selalu indah. Yang penting adalah kamu sadar capek itu normal, bukan tanda untuk berhenti tapi tanda bahwa kamu sedang benar-benar berproses.
Walaupun jalannya panjang dan berliku, jadi master itu nggak sia-sia. Selain kamu bisa ngasih inspirasi ke orang lain, kamu juga bakal punya pemahaman yang dalam banget soal apa yang kamu pelajari. Kamu bisa nyambungin ilmu itu ke berbagai hal, dan bikin sesuatu yang bener-bener kamu kuasai. Plus, proses jadi master itu ngebentuk kamu jadi pribadi yang lebih sabar, ulet, dan nggak gampang menyerah.
Kalau kamu lagi belajar sesuatu dan ngerasa stuck, ingat aja itu normal. Semua orang yang jago dulunya juga pernah bingung, pernah gagal, pernah pengen nyerah juga. Belajar itu awal yang gampang, tapi jadi master adalah perjalanan seumur hidup. Jatuh bangun itu bagian dari cerita yang bakal kamu kenang suatu hari nanti. Satu langkah kecil hari ini mungkin bisa jadi lompatan besar kemudian nanti.